Friday, October 2, 2015

KEWANGEN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Pelaksanaan keagamaan Hindu tak pernah lepas dari simbolisasi nilai-nilai agama yang diaplikasikan langsung ke dalam budaya lokal setempat daerah agama Hindu tersebut berkembang. Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan ritual. Pelaksanaan ritual dengan jenis upakara tertentu memiliki makna dan tujuan tertentu sesuai dengan jenis yadnya yang dilaksanakan. Demikian halnya yang terjadi di Bali, hampir sebagian besar dan bahkan secara keseluruhan nilai-nilai agama itu menjiwai kebudayaan Bali. Darah seni berkolaborasi dengan nilai religius keagamaan merasuk dalam nafas kreativitas orang-orang Hindu Bali. Begitu pula dalam pelaksanaan yadnya, baik sarana-sarana yadnya maupun hal-hal lainnya.
            Upakara ritual agama Hindu di Bali kaya dengan jenis dan bentuk upakara. Baik dari bentuk yang paling kecil dan sederhana, sampai yang paling besar dan rumit. Sebagai contoh dalam pelaksanaan upacara keagamaan atau dalam persembahyangan diperlukan beberapa sarana, seperti penjor, gebogan, daksina, canang sari, dan sebagainya. Termasuk juga salah satunya berupa “kewangen”.

1.2 Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Apakah arti dari Kewangen ?
2.    Bagaimanakah bentuk dari Kewangen ?  
3.    Dimanakah letak estetika dalam Kewangen ?
4.    Bagaimana hubungan antara bentuk,estetika dan fungsi Kewangen ?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang
            Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan ritual. Pelaksanaan ritual dengan jenis upakara tertentu memiliki makna dan tujuan tertentu sesuai dengan jenis yadnya yang dilaksanakan. Sengaja atau tidak, disadari atau tidak yang jelas kehadiran upakara dalam ritual Hindu di Bali tampak indah atau mengandung estetika.
            Upakara ritual agama Hindu di Bali kaya dengan jenis dan bentuk upakara. Baik dari bentuk yang paling kecil dan sederhana, sampai yang paling besar dan rumit. Sebagai contoh dalam pelakasanaan upacara keagamaan atau dalam persembahyangan diperlukan beberapa sarana, seperti penjor, gebogan, daksina,dan sebagainya. Termasuk juga salah satunya berupa “kewangen”. Kalau dikaitkan dengan huruf suci, kwangen merupakan sejenis upakara simbol “Omkāra” (ý) (Niken Tambang Raras, 2006: 2). “Om” (ý) adalah huruf suci, singkat dan mudah diingat. Demikian juga dalam bentuk upakaranya berupa “kewangen” memiliki bentuk kecil, mungil, praktis, dan indah serta berbau harum. Keharuman ”kewangen” ini adalah suatu tanda atau isyarat agar umat atau bhakti senantiasa mengingat, mengucapkan, dan mengharumkan nama suci Tuhan.
            Secara estimologi Kewangen itu adalah kata jadian, kata dasarnya adalah WANGI, mendapatkan prefik Ka dan sufik AN, maka menjadi; Ka + wangi +an = ka(e)wangian. i + a = e, menjadi Kewangen. Oleh karena kata dasarnya itu WANGI, yang mana wangi itu identik dengan bau yang disenangi dan bau yang dicintai, mungkin dibutuhkan oleh setiap manusia yang normal (Kewangen), maka itu pula yang menyebabkan kewangen itu disebut dan digunakan sebagai simbul yang dapat mewakili Tuhan dalam pikiran umat. Jadi kesimpulannya Kewangen itu adalah simbul Tuhan juga disebut simbul dari huruf Ongkara (hurup Bali) yang juga disebut simbul Tuhan dalam bentuk huruf.

            Keberadaan “Kewangen” sangat penting dalam upacara persembahyangan karena memiliki makna simbolik yang dipuja yaitu Tuhan Yang Mahaesa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Sebagai simbolik Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), tentunya “kewangen” dibuat dengan bentuk yang indah dari bahan-bahan yang indah juga dan harum. Hal ini dapat dimaknai bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) adalah indah, harum, dan suci sehingga menarik untuk dipuja dan dimuliakan.
2.2 Bentuk Kewangen
            Sebagai simbol “Omkara” dalam bentuk upakara, “kewangen” memiliki ukuran bentuk yang kecil, yaitu bagian bawah lancip dan bagian atas mekar seperti bunga sedang kembang. Kewangen biasanya terdiri dari: kojong dari daun pisang, pelawa, porosan silih asih, pis bolong, sampian kewangen dan bunga-bunga harum yang ditusuk dengan biting. Semua bahan tersebut dipadukan atau disatukan. Porosan sisih asih dan pelawa dimasukan ke dalam kojong. Selanjutnya sampian kewangen, bunga-bunga harum, dan terakhir adalah pis bolong yang lobangnya diisi lidi yang dilipat sehingga mudah ditancapkan.
Sumber : Dokumentasi Penulis
2.3 Estetika Kewangen
            Keindahan (estetika) hasil dari kreativitas manusia baik sengaja atau tidak, pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kepuasan bathin atau rohani bagi pembuat karya itu sendiri dan bagi masyarakat penikmat. Kehidupan manusia dalam kesehariannya selalu memerlukan keindahan untuk memenuhi kepuasan bathinnya, baik yang diperoleh dari keindahan alami maupun keindahan karya manusia. Manusia tidak dapat dipisahkan dengan keindahan (estetika), karena keindahan sebagai penyeimbang logika manusia.
            Keindahan dan seni sebagai penghalus hidup manusia. Tanpa keindahan (estetika), hidup manusia akan terasa kaku dan kehilangan nilai rasa. Oleh karena itu kahadiran karya estetika sangat dibutuhkan manusia sebagai penghalus rasa dalam kehidupannya. Demikian juga halnya dalam simbol upakara ” Omkāra” dalam bentuk ”Kewangen” yang merupakan hasil buatan manusia yang mengandung nilai estetika. ”Kewangen” memang bukan karya seni, karena tidak sengaja diciptakan untuk keperluan seni. Akan tetapi tanpa disadari ”kewangen” yang merupakan sarana dalam persembahyangan umat Hindu di Bali memiliki keindahan (estetika). ”Kewangen ” sebagai sarana dalam persembahyangan yang ditujukan kepada Tuhan, hendaknya membawa suasana bathin yang indah, senang, suci, kusyuk dan nyaman sehingga memudahkan berkonsentrasi dalam memuja atau memulikan Tuhan. Karena itulah ”kewangen” dibuat dengan bentuk yang indah yang mampu menciptakan suasana senang, suci, kusyuk dan nyaman dalam sembahyang.

            Adapun unsur-unsur keindahan dari kwangen serta komposisi keindahan kwangen yakni :

a) Unsur-unsur keindahan Kewangen
            Untuk mewujudkan estetika “kewangen” diperlukan beberapa unsur yang mengandung makna tersendiri dalam persembahyangan dan mendukung terciptanya keindahan (estetika)  pada bentuk “kewangen”.
Bahan-bahan Kwangen terdiri dari :
-    Daun pisang
-    Daun sirih, kapur sirih dan buah pmang
-    Sampian Kwangen
-    Pis Bolong
-    Bunga-bunga Harum
-    Kembang Rampe




Cara Menatanya:
  • Daun pisang dibentuk menjadi sebuah kojong. Kemudian di dalarnnya diisi daun sirih, kapur sirih dan buah pinang yang telah dibungkus oleh daun sirih.
  • Selanjutnya sampian Kwangen yang ada lidinya ditancapkan pada kojong itu di depan sampiannya. Di bawahnya diisi Kembang Rampe. Tak ketinggalan pula ditancapkan juga 'Pis Bolong'


            Adapun unsur tersebut antara lain:    
1) Kojong kewangen
Kojong kewangen dibuat dari daun pisang, bagian bawahnya dibentuk lancip, bagian atas lebih lebar, dan bagian depan atas terlihat ada lekukan atau cekungan. Unsur ini dibentuk mengikuti kaidah-kaidah seni bentuk (seni rupa) sehingga bentuk yang ditampilkan indah untuk dilihat. Lekukan kojong kewangen melambangkan “Arda Candra”, badang kojong melambangkan “Suku Tunggal”.
2) Plawa
Pelawa adalah sejenis daun-daunan (cukup selembar), daun yang dimaksud bisa dari daun kemuning, daun pandan harum, daun kayu (puring) atau daun sejenisnya. Pelawa tersebut melambangkan ketengan dan kejernihan pikiran. Pelawa juga memiliki bentuk dan warna yang menarik sehingga dapat mendukung estetika “kewangen”.
3) Porosan silih asih
Porosan silih asih adalah dua lembar daun sirih yang digabung berhadaphadapan, ditengahnya berisi kapur sirih dan buah pinang. Porosan silih asih simbol dari kedekatan umat dengan Dewa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Unsur ini juga melengkapi keindahan komposisi dari bentuk “kewangen”.
4) Sampian kewangen
Sampian kewangen berbentuk cili dari daun kelapa (busung) dan dihiasi dengan bunga-bunga yang harum. Sampian kewangen sebagai simbol “Nada”. Unsur ini paling dominan terlihat dalam mendukung estetika kewangen. Sampian kewangen dari rangkaian tuesan/ rerunggitan daun kelapa yang melambangkan rasa ketulusan hati, dibuat mengikuti unsur-unsur keindahan bentuk dan dipadukan dengan bunga warna-warni serta harum serta penataan yang mengikuti komposisi seni bentuk (seni rupa) tentu akan menambah keindahan (estetika) sebuah “kewangen”.
5) Pis bolong
Pis Bolong atau uang kepeng adalah sejenis uang yang diperlukan dalam upacara keagamaan umat Hindu. Uang kepeng melambangkan sesari / sarining manah. Selain itu uang kepeng berfungsi sebagai penebus segala kekurangan yang ada. Kalau kita perhatikan dengan seksama, uang kepeng juga memiliki keindahan tersendiri yang terdapat huruf mandarin dan sanskerta pada sisi uang tersebut. Keindahan uang kepeng ini tentu juga mendukung estetika dari “kewangen”. Uang kepeng simbol dari “Windu” (O), yaitu penyatuan Siwa Budha.


b) Komposisi keindahan Kewangen
            Komposisi merupakan penataan unsur-unsur yang membentuk keindahan suatu karya. Komposisi keindahan “kewangen” adalah menata atau menyusun unsur-unsur dari “kewangen” itu sendiri, seperti: menata atau menyusun kojong kewangen, pelawa, porosan silih asih, pis bolong, sampian kewangen dan bunga-bunga, sehingga menjadi bentuk yang indah dan menarik.
1) Keseimbangan
            Penataan unsur-unsur “kewangen” dengan memperhatikan keseimbangan antara bagian kiri dan kanan dengan menerapkan keseimbangan simetris, yaitu bagian kiri dan kanan diusahakan unsur-unsurnya memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang sama. Hal ini dilakukan agar “kewangen” tidak berkesan berat sebelah.
2) Kesatuan
            Penataan unsur-unsur “kewangen” agar berkesan suatu keutuhan bentuk. Unsur yang satu menukung unsur yang lainnya sehingga tidak ada kesan yang lepas atau terpisah antara bagian-bagian dari “kewangen” itu sendiri. Penataan ini perlu dilakukan agar pandangan orang terhadap “kewangen” terfokus pada keutuhan bentuk “kewangen”.
3) Irama
            Penataan unsur-unsur “kewangen” berdasarkan irama untuk menimbulkan keharmonisan bentuk “kewangen”. Penataan ini dapat dilakukan dengan mengatur gradasi bentuk, ukuran dan warna unsur, misalnya dari bentuk kecil ke bentuk yang lebih besar dan kembali ke bentuk yang kecil, atau dari warna yang terang ke warna yang lebih gelap dan kembali ke warna yang terang.


4) Proporsi
            Proporsi merupakan perbandingan dalam penataan unsur-unsur pembentuk “kewangen” termasuk ketepatan penempatan posisi dari masing-masing bagian-bagian dari “kewangen”, seperti penempatan sampian kewangen pada bagian belakang, pis bolong pada bagian depan, dan sebaginya. Penempatan unsur-unsur kewangen yang tepat pada posisinya tentu akan mendukung keindahan bentuk “kewangen”.
2.4 Hubungan bentuk, estetika dan fungsi 
            Bentuk “kewangen” yang kecil dan mungil serta seolah-olah berbentuk segitiga terbalik tentu telah memperhitungkan fungsi dari “kewangen” tersebut. Fungsi yang dimaksud adalah saat digunakan untuk sembahyang, yaitu “kewangen” dipegang (dijepit) pada cakupan kedua telapak tangan tepat sejajar dengan ubun-ubun. Artinya “kewangen”nyaman digunakan saat sembahyang, tidak susah dipegang, tidak mudah jatuh dan tidak mengganggu konsentrasi.
            Keserasian antara bentuk dan fungsi mutlak harus dikondisikan. Keindahan bentuk jangan sampai mengganggu fungsi dan sebaliknya fungsi jangan sampai menganggu bentuk. Kalau diperhatikan, pada bagian badan “kewangen” yang merupakan kojong “kewangen” dibuat polos (sederhana) tanpa hiasan, hal ini untuk memudahkan dipegang (dijepit) pada cakupan kedua telapak tangan. Demikian juga, keindahan bentuk jangan sampai tergganggu akibat salah menggunakan atau memegang “kewangen”.
            Keserasian bentuk dan fungsi “kewangen” akan memberikan kepuasan bathin saat memandangi estetika “kewangen”, seperti dapat menimbulkan kesenangan, menyejukkan pikiran, dan kedamaian hati. Demikian juga saat digunakan untuk sembahyang dapat memberikan kekusukan dan kesucian bathin.





BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
            Sesungguhnya Kwangen atau Kuangen ini tidak hanya hiasan belaka. Tetapi, di dalamnya sarat makna simbolis. dimana Kwangen ini sebagai media bagi umat untuk menghubungkan diri dengan Sang Pencipta.
            Kewangen tidak hanya dipakai pada upacara persembahyangan saja tetapi juga dipakai pada upacara-upacara lainnya umpamanya pada upacara Bhutayadnya.  Kawangen ditempatkan di atas kulit binatang (bayang-bayang) yang dipersembahkan. Pada upacara Devayadnya, Kawangen dipakai melengkapi “pedagingan“, sedangkan pada upacara Pitrayadnya, Kwangen diletakkan pada persendian-persendian seseorang yang sudah meninggal, ataupun pada puspa (sekah). Rupanya fungsi Kawangen dalam hal ini adalah sebagai “Pengurip-urip“. Disamping itu pada beberapa jenis sesajen akan dipergunakan pula Kawangen sebagai pelengkapnya. Mengenai pemakaian uang disesuaikan dengan fungsinya, yaitu bila dipakai sebagai pengurip-urip sedapat mungkin dipakai uang kepeng, sebab peranan uang dalam ha ini tidak hanya kepeng, tetapi juga sebagai pengganti “Panca Datu” ( emas, perak, tembaga, besi dan permata ). Tetapi juga dipakai pada upacara-upacara persembahyangan yang umum atau sebagai pelengkap sesuatu sesajen, dapat dipergunakan uang logam, sebab yang diutamakan dalam hal ini adalah bentuk yang bulat melambangkan Vindu.
            Dapat disimpulkan estetika “kewangen” nampak pada bentuknya yang kecil dan mungil yang tersusun atas komposisi unsur-unsur yang indah dan bermakna simbolik serta dihiasi dengan bunga-bunga yang harum. Keindahan (estetika) kewangen memiliki keserasian bentuk dan fungsi sehingga nyaman digunakan pada saat sembahyang baik secara fisik maupun bathin.
3.2 Saran
Ø Semoga makalah ini dapat berguna sebagai bahan acuan dalam pembelajaran, khususnya pada pembelajaran terkait dengan Estetika Hindu tentang Kewangen.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop