BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak awal kehidupan manusia,
ternyata bersatunya antara seorang wanita dengan seorang laki-laki yang
disimbulkan akasa dan pertiwi sebagai cakal bakal sebuah kehidupan baru yang
diawali dengan lembaga perkawinan. Hendaknya laki-laki dan perempuan yang telah
terikatdalam ikatan perkawinan selalu berusaha agar tidak bercerai dan
selalu menyintai dan setia sampai hayat hidupnya, jadikanlah hal ini sebagi
hukum yang tertinggi dalam ikatan suami-istri. Keluarga yang dibentuk hanya
berlangsung sekali dalam hidup manusia, keluarga atau rumah tangga bukanlah
semata-mata tempat berkumpulnya laki dan wanita sebagai pasangan suami
istri dalam satu rumah, makan-minum bersama. Namun mengupayakan terbunanya
keperibadian dan ketenangan lahir dan bathin, hidup rukun dan damai, tentram,
bahagia dalam upaya menurunkan tunas muda yang suputra.
Menurut
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Bab I
pasal
1:
menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan
lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuahanan Yang
maha Esa.
pasal
2 :
Menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah
apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.
Dengan demikian perkawinan menurut pandangan
Hindu bukanlah sekedar legalitas hubungan biologis semata tetapi merupakan
suatu peningkatan nilai berdasarkan hukum Agama, karena Wiwaha samkara adalah
merupakan upacara sacral atau skralisasi peristiwa kemanusiaan yang bersifat
wajib.
Keluarga bahagia yang menjadi tujuan
wiwaha samkara dalam terminology Hindu disebut keluarga Sukhinah merupakan unsur yang sangat
menentukan terbentuknya masyarakat sehat (sane society).
Keharmonisan keluarga merupakan syarat
penting dalam mengarungi kehidupan rumah tangga agar mereka mampu menghadapi
berbagai goncangan dan hempasan badai dalam rumah tangga. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap konsep keharmonisan keluarga sangat diperlukan karena
kebanyakan keluarga yang gagal adalah keluarga yang tidak memahami akan
pentingnya keharmonisan keluarga.
Keharmonisan keluarga merupakan dambaan
setiap orang yang ingin membentuk keluarga atau yang telah memiliki keluarga,
namun masih banyak yang kesulitan dalam membangun keharmonisan keluarga. Dalam
membangun keharmonisan keluarga sangat dipengaruhi oleh tiga kecerdasan dasar
manusia yaitu Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan
Intelektual. Oleh sebab itu sangatlah penting bgi setiap individu atau setiap
orang yang ingin membangun sebuah rumah tangga ketiga pondasi atau dasar-dasar
kecerdasan tersebut harus lebih dimatangakan agara lebih siap lahir bathin
dalam berkeluarga nantinya.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka
dapat dirumuskan beberapa masalah diantaranya adalah :
1. Bagaimanakah Ciri-ciri
keluarga bahagia (sukinah) ?
2. Apa
sajakah faktor-faktor agar tercapainya keluarga bahagia dan pedoman mencapai keluarga bahagia ?
1.3
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah
disampaikan di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui bagaimanakah Ciri-ciri keluarga bahagia (sukinah).
2. Untuk
mengetahui apa sajakah faktor-faktor agar tercapainya keluarga bahagia dan pedoman
mencapai keluarga bahagia.
1.4 Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan dari makalah ini
adalah :
1. Memberi
pemahaman yang lebih mendalam lagi tentang bagaimana ciri-ciri keluarga
bahagia.
2. Memberi
tambahan pengetahuan dan bekal kepada pembaca dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
BAB
II
PEMBAHASAN
Om Sarve bhavantu sukhinah
Sarve śāntu niramayah
Sarve bhadrāni paśyantu
Ma kaścid duhkha bhāg bhavet
Om, Hyang Widhi, semoga
semuanya memperoleh kebahagiaan
Semoga semuanya memperoleh
kedamaian
Semoga semuanya memperoleh
kebajikan dan saling pengertian
Jauhkanlah kami dari segala
kedukaan dan halangan.
2.1
Ciri – ciri Keluarga Bahagia
Keluarga
yang diidealkan setiap manusia adalah keluarga yang memiliki ciri-ciri mental
sehat demikian dengan perasaan tenang, cinta dan kasih sayang. Antar anggota
keluarga saling mencintai, menyayangi, dan merindukan. Sang ayah mencintai,
menyayangi dan merindukan anak dan ibu dari anak-anaknya. Sang ibu menyayangi,
mencintai dan merindukan anak dan ayah dari anak-anaknya. Sang anak pun
demikian: menyayangi, mencintai, dan merindukan ayah dan ibunya. Dengan
demikian di antara mereka terdapat kesatuan (unity) satu terhadap yang
lain. Ciri-ciri pola hubungan yang melekat pada keluarga yang bahagia adalah
(1) kesatuan dengan Sang Pencipta, (2) kesatuan dengan alam semesta, (3)
komitmen, (4) adanya feedback, (5) keluwesan, (6)
kesatuan fisik dan hubungan seks yang sehat, (7) kerjasama, (8) saling percaya,
dan lain-lain.
1.
Kesatuan dengan Sang Pencipta
Setiap manusia dan unit kesatuan manusia semestinya memelihara keterikatan
dengan Tuhan Sang Pencipta. Keterikatan ini sesungguhnya bersifat
alamiah. Antara manusia dan Tuhan telah terjadi perjanjian primordial, yaitu
manusia bertaqwa kepada tuhan yang maha esa. Para ahli psikologi
menyederhanakannya dengan istilah religious instinct. Bila
keterikatan alamiah ini dipelihara, maka manusia berada dalam posisi
mempertahankan dan memelihara fondasi kepribadiannya. Dalam kehidupannya, ia
memperoleh ketenangan, rasa cinta, dan kasih sayang.
Kesatuan
dengan Sang Pencipta dalam masalah pernikahan ini disederhanakan dengan
ungkapan pernikahan merupakan ibadah. Artinya, ketika dilangsungkan
dan dijalankan roda kehidupan pernikahan (baca: dibentuk keluarga), maka yang
dilakukan mereka berdasarkan kerangka kesatuan dengan Tuhan.
Dalam
perjalanan hidup keluarga yang dijalaninya, mereka selalu berusaha untuk
mendapatkan kebaikan dan kesejahteraan dari Tuhannya. Bila ada problem yang menimpa,
mereka mengembalikannya kepada Sang Pencipta. Mereka sadar sepenuhnya bahwa
Sang Pencipta memuliakan pernikahan dan sangat membenci perceraian. Bagi
keluarga yang bahagia, menjalani hidup dalam kesatuan dengan Sang Pencipta
adalah ciri yang melekat pada mereka. Semakin tinggi kesatuan dengan Sang
Pencipta semakin tinggi tingkat kebahagiaan hidup keluarga.
2.
Kesatuan dengan alam semesta (terutama manusia)
Setiap
manusia dan unit kesatuan manusia semestinya memiliki keterikatan dengan sesama
manusia dan alam semesta. Kesatuan dengan alam semesta ini sesungguhnya
merupakan perwujudan dari amanat yang diterima setiap manusia untuk menjadi
pengganti Tuhan di bumi. Keluarga yang memiliki keselarasan dengan
lingkungannya akan memperoleh ketenangan, kecintaan, dan kasih sayang dari
lingkungannya. Semua itu akan memberikan sumbangan yang besar bagi ketenangan,
cinta, dan kasih sayang dalam dada mereka. Tanpa kesatuan dengan sesama manusia
dan lingkungan alam, keluarga sering berada dalam ancaman keresahan dan
kekhawatiran.
Kesatuan dengan lingkungan
diwujudkan dalam bentuk upaya menyelaraskan diri dengan lingkungan dan
memberi sumbangan bagi lingkungan. Penyelarasan terhadap lingkungan
terutama menyangkut adanya kenyataan bahwa lingkungan memiliki kekuatannya
sendiri dan karenanya yang dapat kita lakukan adalah menyesuaikan diri
dengannya. Berdasarkan pengamatan penulis, kesatuan dengan lingkungan yang
terwujud dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sering menjadi prasayarat
bagi ketenangan hidup dalam keluarga. Keterputusan dengan alam semesta (baca:
lingkungan sosial) akan menghadirkan ketidaktenangan, cinta, dan kasih sayang.
Sebagai misal, bila kita sakit dan tak satupun tetangga atau sahabat yang
mengunjungi kita, maka kita akan sakit keloro-loro (sakit yang sangat pedih).
Lebih dari sekadar menyesuaikan
diri, manusia memiliki tugas menyumbang: memperbaiki dan mengubah
lingkungannya. Lingkungan yang tidak kondusif bagi kehidupan makhluk Tuhan,
keadaan sosial yang mencelakakan, lingkungan fisik yang penuh dengan persoalan,
adalah medan bagi setiap manusia untuk berkiprah memperbaiki dan mengubahnya
menjadi lebih baik. Bila tugas ini dilakukan dengan baik, maka manusia
menunjukkan kesatuannya dengan lingkungannya. Manusia-manusia yang hidup di masa
kini dan mendatang memiliki tantangan untuk menyumbang lingkungan dalam bentuk
perilaku memperbaiki dan mengubah. Bila sumbangan itu dapat kita berikan, maka
ketenangan akan kita peroleh. Bila kita acuh tak acuh, maka akan terasa tidak
enaknya tidak menyatu dengan lingkungan.
3.
Komitmen Berkeluarga
Individu-individu
yang pertama kali membentuk keluarga memiliki niat dan itikad untuk membentuk,
mempertahankan dan memelihara pernikahan. Komitmen utama adalah bagaimana
keluarga bertahan. Di sini suami dan istri memiliki niatan untuk mempertahankan
keluarga dalam situasi apapun dan juga berupaya mengoptimalkan fungsi keluarga
untuk memenuhi tanggung jawab vertikal maupun horisontal. Biar
gelombang menerjang dan gunung berguguran, komitmen mempertahankan
pernikahan tetap dipegang teguh. Sebagaimana diungkapkan Florence Isaacs (Hanna
D. Bastaman, 2001), pernikahan yang awet ditandai oleh niat dan itikad untuk
mempertahankan pernikahan.
Komitmen yang lain adalah bagaimana keluarga mencapai posisi sebagai keluarga yangpenuh kasih sayang,ketenangan, dan cinta kasih. Di sini ada keinginan, niat, dan itikad untuk meningkatkan mutu berkeluarga. Dengan komitmen itu mereka berusaha menghilangkan kebosanan satu terhadap yang lain, selalu meningkatkan rasa fresh satu bagi yang lain, dan seterusnya. Bila komitmen itu tidak dimiliki oleh orang-orang utama dalam keluarga, suami dan istri serta juga anak-anak, maka keluarga itu dapat ambruk atau memasuki medan penghancuran. Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa keluarga yang pecah (broken home), yang ditandai oleh percekcokan dan perceraian orangtua, akan menghasilkan anak-anak yang pencemas, rendah diri, apatisme, dan sejenisnya.
Komitmen yang lain adalah bagaimana keluarga mencapai posisi sebagai keluarga yangpenuh kasih sayang,ketenangan, dan cinta kasih. Di sini ada keinginan, niat, dan itikad untuk meningkatkan mutu berkeluarga. Dengan komitmen itu mereka berusaha menghilangkan kebosanan satu terhadap yang lain, selalu meningkatkan rasa fresh satu bagi yang lain, dan seterusnya. Bila komitmen itu tidak dimiliki oleh orang-orang utama dalam keluarga, suami dan istri serta juga anak-anak, maka keluarga itu dapat ambruk atau memasuki medan penghancuran. Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa keluarga yang pecah (broken home), yang ditandai oleh percekcokan dan perceraian orangtua, akan menghasilkan anak-anak yang pencemas, rendah diri, apatisme, dan sejenisnya.
4.
Umpan Balik (Feedback) dan Nasihat
Setiap
manusia dapat tergelincir ke hal-hal yang merugikan dirinya sendiri dan orang
lain, dan sebaliknya dapat pula berkembang secara optimal. Salah satu fungsi
keluarga adalah melakukan sosialisasi primer. Melalui sosialisasi primer ini
anggota keluarga dapat memahami apa yang patut dan tidak patut, baik dan tidak
baik. Sosialisasi primer dilakukan dengan kebiasaan memberi umpan balik (feedback)
dan saling menasehati (tausiyah). Nasihat dimaksudkan untuk menjaga
orang-orang yang ada dalam keluarga dari kemungkinan mengambil pilihan yang
merugikan dan menyesatkan diri maupun orang lain.
Yang patut diperhatikan adalah fungsi saling menasehati ini banyak yang tidak berlangsung. Salah satu kritik yang pernah dialamatkan pakar psikologi perkembangan Indonesia Kusdwiratri Setiono terhadap orang tua (baca: pengendali keluarga) adalah mereka sangat minim dalam menasehati anaknya dan terlalu percaya bahwa sekolahlah yang akan menjadikan anak mereka pintar dan santun. Anak-anak dari orang berhasil ternyata tidak memiliki kehidupan yang sukses, diduga keras karena tidak berjalannya proses komunikasi yang berisi umpan balik. Karenanya umpan balik dan saling menasehati tampaknya menjadi hal yang penting untuk menjaga keluarga agar tetap memiliki jalur yang benar.
Yang patut diperhatikan adalah fungsi saling menasehati ini banyak yang tidak berlangsung. Salah satu kritik yang pernah dialamatkan pakar psikologi perkembangan Indonesia Kusdwiratri Setiono terhadap orang tua (baca: pengendali keluarga) adalah mereka sangat minim dalam menasehati anaknya dan terlalu percaya bahwa sekolahlah yang akan menjadikan anak mereka pintar dan santun. Anak-anak dari orang berhasil ternyata tidak memiliki kehidupan yang sukses, diduga keras karena tidak berjalannya proses komunikasi yang berisi umpan balik. Karenanya umpan balik dan saling menasehati tampaknya menjadi hal yang penting untuk menjaga keluarga agar tetap memiliki jalur yang benar.
Salah satu persoalan berkaitan
dengan masalah ini adalah adab (tata krama) menasehati. Mungkinkah anak
menasehati sang ayah? Mungkin salah satu kenyataan budaya kita menunjukkan
bahwa ayah begitu perkasa dan berwibawa untuk diposisikan sebagai orang yang
dinasehati. Sebenarnya, siapapun dapat berada dalam posisi yang benar dan
sebaliknya bisa dalam posisi salah. Orang yang yakin dengan kebenaran berada
dalam posisi amar ma’ruf nahi munkar, tidak peduli ayah, ibu, atau presiden
sekalipun.
5.
Keluwesan
Pada
awal pembentukan keluarga umumnya orang memiliki harapan-harapan yang
ideal. Ke manapun pergi selalu bersamamu, begitu mimpi setiap
pasangan baru. Dalam kenyataannya harapan itu dan berbagai harapan lainnya,
tidak mewujud. Dalam situasi seperti ini, orang merasakan keadaan yang
diidealkan tidak tercapai.
Bertindaklah realistis, kata
orang. Artinya, orang tetap luwes dengan idealita yang dipatoknya :
menyesuaikan diri dengan kenyataan tanpa kehilangan harapan untuk mencapainya
di suatu hari kelak.
Keluwesan yang lain adalah keluwesan
terhadap pasangan. Setiap individu yang berkeluarga mengharapkan pasangannya
bertindak dan bersikap baik seperti yang ada dalam kerangka pikirnya. Dalam
kenyataannya, banyak sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan dan menyesakkan
dada. Dalam situasi seperti ini, toleransi terhadap hal-hal yang berbeda dari
pasangan menjadi amat penting. Yang patut dicatat, dalam toleransi ada komitmen
untuk menjadikan yang ada berubah menjadi lebih baik, tentu secara bertahap.
6.
Kesatuan Fisik dan Hubungan Seks yang Sehat
Berbagai
literatur mengungkapkan bahwa keluarga yang sehat mental ditandai oleh adanya
hubungan seks yang sehat antara suami dan istri. Seks merupakan bentuk hubungan
yang melibatkan kesatuan fisik dan psikologis dari suami istri. Adanya
keberlangsungan hubungan seks yang semestinya akan menjaga kesatuan dalam
keluarga, menjadikan anggota keluarga bahagia, dan puas. Berbagai temuan
mutakhir menunjukkan bahwa terjaganya hubungan seks suami istri (seminggu 2-3
kali) menjadikan suami istri puas dalam pernikahan yang secara jangka panjang
dapat memanjangkan umur. Sebaliknya, sebagaimana dapat dilihat dalam kenyataan
sosial, kegagalan hubungan seks, terlalu jarangnya kontak seksual, dan juga
terlalu berlebihannya hubungan seksual akan memiliki dampak kekisruhan dalam
keluarga (semisal perselingkuhan, dan seterusnya) dan ketidakstabilan emosi.
Sebuah kasus di Rumah Sakit Jiwa Magelang menunjukkan bahwa seks yang
berlebihan menyebabkan seorang istri jadi pasien rumah sakit jiwa.
Tidak
kurang dari itu, kesatuan fisik antara anggota keluarga sangat berguna untuk
memupuk adanya keluarga yang kokoh. Kehadiran secara fisik orang yang kita
cintai akan menjadikan cinta terpelihara. Pernyataan ini bukan berarti anggota
keluarga harus terus menerus bersama. Maksudnya, adanya perpisahan yang
bersifat sementara (misalnya karena kerja, studi, atau bepergian beberapa hari)
segera disusul oleh perjumpaan.
Berbagai kasus menunjukkan jarak yang jauh menyebabkan terjadinya berbagai macam perselingkuhan dan perceraian.
Berbagai kasus menunjukkan jarak yang jauh menyebabkan terjadinya berbagai macam perselingkuhan dan perceraian.
7.
Kerjasama
Agar
keluarga dapat berjalan secara optimal, semestinya mereka saling bekerjasama.
Suami membantu istri dan anak. Istri membantu suami dan anak. Anak membantu
bapak dan ibunya. Masalah kerjasama atau kekompakan ini akan berkembang bila
mereka mengupayakan untuk melakukan berbagai kegiatan secara bersama-sama.
Salah satu medan kerjasama atau kekompakan adalah dalam hal mendidik anak.
Kultur masyarakat masa lalu dan juga masa kini sering menempatkan wanita
sebagai pihak yang bertanggung jawab mendidik anak. Kesalahkaprahan ini sangat
sering terjadi. Laki-laki pun banyak yang merasa tidak bersalah saat mereka
bulat-bulat menyerahkan tanggung jawab mendidik anak kepada istri, atau malah kepada baby
sitter, pembantu rumah tangga, atau kepada televisi. Bahkan, pembantu pun
menyerahkan ke peminta-minta di jalanan (sebagaimana terjadi di Bandung
beberapa waktu lalu).
Keadaan
di atas tentu sangat tidak ideal. Yang semestinya diupayakan oleh setiap
keluarga adalah bagaimana terdapat kerjasama dalam mendidik anak.
Satu hal amat penting untuk diperhatikan dalam masalah kerjasama adalah peran ganda pria (baca: suami). Kultur yang berkembang dalam masyarakat umumnya menempatkan laki-laki bekerja dalam sektor publik dan sangat minim bekerja dalam sektor domestik, terutama mendidik anak. Kerjasama dapat dioptimalkan bila laki-laki menyediakan diri untuk mengerjakan wilayah domestik. Apabila ini dilakukan, maka babak kerjasama suami dan istri mulai,menguat.
8. Saling Percaya
Satu hal amat penting untuk diperhatikan dalam masalah kerjasama adalah peran ganda pria (baca: suami). Kultur yang berkembang dalam masyarakat umumnya menempatkan laki-laki bekerja dalam sektor publik dan sangat minim bekerja dalam sektor domestik, terutama mendidik anak. Kerjasama dapat dioptimalkan bila laki-laki menyediakan diri untuk mengerjakan wilayah domestik. Apabila ini dilakukan, maka babak kerjasama suami dan istri mulai,menguat.
8. Saling Percaya
Pembentukan
keluarga (baca: pernikahan) diawali oleh kesalingpercaya-an. Masing-masing
pihak –suami dan istri-- percaya bahwa satu sama lain akan melakukan usaha agar
jalinan kesatuan di antara mereka dapat mengantarkan mereka menjadi bahagia dan
sejahtera. Bila kepercayaan ini dijaga, maka kehidupan berkeluarga dapat
dipertahankan. Bila kepercayaan tidak dijaga, maka keluarga dapat pecah (broken
home).
Salah satu ajaran agama yang dalam kehidupan kongkrit bersifat kontroversial adalah menikah lebih dengan seorang istri. Dalam keluarga yang demikian, satu istri bisa sangat cemburu dan bahkan sangat curiga manakala sang suami tampak lebih akrab dan lebih cinta terhadap istri yang lainnya. Kalau kecemburuan dan kecurigaan merajalela, maka yang bakal terjadi adalah rusaknya bangunan keluarga. Artinya, sebagaimana ditemukan dalam banyak kasus, poligami ternyata rentan terhadap upaya mempertahankan kesalingpercayaan suami istri.
Salah satu ajaran agama yang dalam kehidupan kongkrit bersifat kontroversial adalah menikah lebih dengan seorang istri. Dalam keluarga yang demikian, satu istri bisa sangat cemburu dan bahkan sangat curiga manakala sang suami tampak lebih akrab dan lebih cinta terhadap istri yang lainnya. Kalau kecemburuan dan kecurigaan merajalela, maka yang bakal terjadi adalah rusaknya bangunan keluarga. Artinya, sebagaimana ditemukan dalam banyak kasus, poligami ternyata rentan terhadap upaya mempertahankan kesalingpercayaan suami istri.
Secara garis besar ciri-ciri keluarga yang bahagia bukan hanya tentang uang,
kekayaan, jabatan atau kesuksesan lainnya yang kita raih, tetapi juga keluarga
yang harmonis. Ciri keluarga sehat, bahagia juga harmonis berikut bisa kita
jadikan cermin untuk melihat tanda-tandanya dalam keluarga kia nanti. Ciri-ciri
keluarga yang harmonis diantaranya adalah :
·
Menikmati kehadiran yang lain. Antara suami
dan istri, orang tua dengan anak, dengan saudara dengan mertua dan dengan
anggota lain di dalam keluarga tidak berarti mereka harus selalu bersama-sama,
tetapi begitu bersama-sama mereka menikmati kebersamaan itu dan menciptakan
suasana kekeluargaan dan kebahagiaan.
·
Saling menghargai satu sama lain dan
menemukan hal-hal positif pada diri masing-masing anggota.
·
Meski tidak selalu, mereka sering melakukan
rekreasi bersama-sama. Nonton konser, berlibur, dan berjalan-jalan ke tempat
yang sama tapi tetap merasakan arti kebahagiaan dalam kesederhanaan.
·
Saling terbuka dan percaya satu sama lain,
termasuk hal-hal yang sangat pribadi.
·
Bila salah satu tertimpa kesusahan, ia selalu
bisa datang pada yang lain tanpa rasa sungkan dari semua antar anggota
keluarga.
·
Sering menertawakan satu hal yang sederhana
bersama-sama, menyanyi lagu yang sama, dan menikmati acara yang sama untuk
menciptakan kebahagian melalui hal-hal yang kecil dan sederhana.
·
Tidak pernah kehabisan acara atau ide untuk
melakukan hal bersama-sama.
Bila hal-hal umum yang mencirikan
keluarga bahagia diatas telah kita miliki, tentu arti makna kehidupan pun sudah kita
temukan. Mungkin selama ini banyak permasalah keluarga yang salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya waktu luang untuk keluarga. Kita tentu
ingin tetap meraih kesuksesan dalam karir, kesehatan dan financial tanpa
melupakan keluarga. Oleh sebab harus ada keseimbangan dari berbagai aspek-aspek
kehidupan yang kita jalani untuk memperoleh kebahagian dalam hidup.
2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga
Ada
banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yangmempengaruhi
keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakanbeberapa faktor yang
mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut paraahli. Keluarga harmonis atau
sejahtera merupakan tujuan penting.Olehkarena itu untuk menciptakan perlu diperhatikan
faktor-faktor berikut:
1.
Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar utama
hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada perkembangan keluarga
dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga,dan mencari sebab akibat
permasalahan, juga terdapat perubahan pada setiap anggotanya.
2.
Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk
memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga. Sangat
perlu untuk mengetahui anggota keluaranya, yaitu setiap perubahan dalam
keluarga, dan perubahan dalam anggota keluarganya, agar kejadian yang kurang
diinginkan kelak dapat diantisipasi.
3.
Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan terhadap
diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk memupuk
pengertian-pengertian.
4.
Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah menyoroti
semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga.Masalah akan lebih
mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang lebihcepat terungkap dan
teratasi, pengertian yang berkembang akibatpengetahuan tadi akan mengurangi
kemelut dalam keluarga.
5.
Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikapmenerima,
yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dankelebihannya, ia
seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam keluarga.Sikap ini akan menghasilkan
suasana positif dan berkembangnyakehangatan yang melandasi tumbuh suburnya
potensi dan minat darianggota keluarga.
6.
Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlumeningkatkan
usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspekkeluarganya secara optimal,
hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuamnmasing-masing, tujuannya yaitu agar
tercipta perubahan-perubahan danmenghilangkan keadaan bosan.
7.
Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan baik dari fisik orangtua maupun anak.
Dari
sumber lain, Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam
kehidupannya telah memperlihatkan faktor-faktor berikut:
1.
Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran
danpercekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan, salingtolong-menolong
antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan danpelajaran masing-masing dan
sebagainya yang merupakan indikator-indikatordari adanya jiwa yang bahagia,
sejahtera dan sehat.
2.
Faktor kesejahteraan fisik. Serinnya anggota keluarga yang sakit, banyakpengeluaran
untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit tentu akanmengurangi dan
menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga.
3.
Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan keluarga.Kemampuan
keluarga dalam merencanakan hidupnya dapatmenyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran dalam keluarga
Kunci
utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup suami dan istri.
Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini akan membuat
keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah pihak maka
makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak.Jika salah satunya
tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban.Jika pengorbanan
tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga tersebut akan
terancam.Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun kekurangannya
yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan dalam menjalani
kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah pihak
merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena dengan perencanaan ini keluarga
bisa mengantisipasi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu untuk misi
keluarga.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keluarga
Bahagia Sejahtera (sukinah) adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang
layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang
antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Bahagia
adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan
bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan.
Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini
tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya
sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi kejiwaan
masyarakat yang senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan,
tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan. Jadi, kebahagiaan adalah
kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai
dengan keyakinannya itu.
3.2 Saran
1. Diharapkan
dapat menambah pemahaman yang lebih mendalam lagi tentang bagaimana ciri-ciri
keluarga bahagia sukinah.
2. Diharapkan
Memberi tambahan pengetahuan dan bekal kepada pembaca dalam mengarungi
bahtera rumah tangga.
3. Diharapkan
Memberi masukan kepada mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah terkait.
4. Sebagai
acuan dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya.
3 comments:
SANGAT BERMANFAAT Matur suksme
sangat bermanfaat matur suksma tyang berharap agar kutipan sloka kitab suci atau sastra Hindunya yang relevan dg kreteria keluarga bahagia, lebih digali dikolaborasikan dengan literatur umum, agar sinkron dengan judulnya spesifik nuansa Hindu
WynnBET Promo Code for $1,000 & $100 Match Bonus + $100
Wynn Resorts operates luxury hotels and resorts, as well as 대전광역 출장샵 luxury Wynn 거제 출장샵 Resorts has a no-deposit bonus, which is a form of 공주 출장안마 deposit bonus. 군포 출장마사지 Rating: 4.6 · 경산 출장샵 Review by JT Marriott
Post a Comment